Putusan MK Hapus Presidential Threshold, Cak Imin Pertimbangkan Ajukan Kader Jadi Capres

Ketua umum PKB, Muhaimin Iskandar. (Dok:net)

JAWA BARAT, SETARAKATA.com – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas persentase minimal pencalonan presiden atau presidential threshold.

Putusan ini dinilai membuka peluang lebih besar bagi PKB untuk mengusung kader internal sebagai calon presiden (capres).

Bacaan Lainnya

Muhaimin Iskandar, atau yang akrab disapa Cak Imin, menegaskan bahwa putusan tersebut memberikan peluang signifikan bagi partai-partai, termasuk PKB.

“Pasti, pasti (potensi memajukan kader). Semua menyambut cairnya demokrasi. Namun, kita juga harus realistis, terlalu banyak calon justru bisa menjadi kontraproduktif,” ujar Cak Imin, dikutip dari beberapa media, Minggu (05/01/2025)

Menurutnya, keputusan MK bersifat mengikat, sehingga semua pihak harus menghormati dan mengikuti aturan baru tersebut.

“Kalau keputusan MK, siapapun harus tunduk. Namun, ada satu bab yang menyerahkan pembahasan lebih lanjut kepada pembuat undang-undang. Jadi, kita tunggu sikap fraksi-fraksi di DPR,” jelasnya.

Ketika ditanya soal peluang dirinya mencalonkan kembali sebagai capres atau cawapres dalam Pemilu 2029, Cak Imin menjawab diplomatis bahwa proses tersebut masih jauh dan membutuhkan waktu panjang untuk dipertimbangkan.

“Masih panjang, masih lama,” ucap Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat itu.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menghapus ketentuan presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ketua MK, Suhartoyo, menyebut aturan ini bertentangan dengan UUD 1945 dan hak politik partai peserta pemilu.

BACA JUGA:
Hapus Presidential Threshold 20 Persen, MK Ungkap Bertentangan dengan UUD 1945

Dalam amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden telah membatasi hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak mencapai persentase suara tertentu.

MK juga menilai, pengaturan ini cenderung menyebabkan pemilu presiden hanya diikuti oleh dua pasangan calon, yang berpotensi memicu polarisasi di masyarakat. Polarisasi tersebut, jika tidak diantisipasi, dapat mengancam keutuhan bangsa.

“Oleh karena itu, presidential threshold dianggap melanggar moralitas, rasionalitas, serta keadilan yang tidak dapat ditoleransi,” tegas Suhartoyo.

Putusan MK ini diharapkan membawa perubahan signifikan dalam sistem demokrasi Indonesia. Tanpa batasan presidential threshold, partai-partai politik, termasuk PKB, memiliki kesempatan lebih besar untuk mengusung kader terbaik mereka sebagai calon presiden.

Namun, tantangan tetap ada. Terlalu banyak kandidat dikhawatirkan justru dapat mengurangi efisiensi proses demokrasi dan memecah suara pemilih. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *